Mengenal Kearifan Lokal Desa Adat Batu Songgan di Riau

Di tengah derasnya arus globalisasi yang semakin mengikis peradaban, ternyata masih ada wilayah tertentu tetap memegang teguh kerarifan lokal. Desa Adat Batu Songgan di Kabupaten Kampar Provonsi Riau ini misalnya.

Warga yang hidup di sana sangat menjunjung tinggi adat istiadat  dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan para pemimpin memiliki cara tersendiri dalam menjaga kelestarian alam berdasarkan aturan adat.

Para pelanggar aturan adat bisa terkena sumpah para tetua desa. Beberapa juga sampai sakit jika melanggar aturan tertentu yang sudah dibuat. Tidak heran jika wilayah ini begitu asri dan tetap terjaga. Penasaran dengan desa ini? Berikut ulasannya.

Desa Batu Songgan merupakan salah satu desa dari enam desa lainnya yang termasuk dalam wilayah Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling di Riau. Desa ini sudah berusia ratusan tahun dan dahulu termasuk dalam Kenegerian Batu Sanggan, induk di kekhalifahan Batu sanggan.

Dua kearifan lokal yang begitu mencolok di wilayah ini adalah upaya untuk menjaga kelestarian sungai dan hutan. Untuk menjaga sungai, desa ini memiliki tradisi Lubuk Larangan sedangkan untuk menjaga hutan, warga masih mempercayi “Datuk Penjaga” yang akan menerkam mereka ketika merusak hutan.

Lubuk Larangan, Tradisi Menjaga Sungai

Lubuk Larangan merupakan sungai yang tidak boleh diambil ikannya dalam periode tertentu. Metode ini merupakan salah satu cara untuk menjaga ekosistem sungai agar tidak dirusak oleh warga. Meski tidak ada penjagaan ketat, namun warga disini tidak akan berani coba-coba mengambil ikan di sepanjang wilayah sungai yang sudah ditandai sebagai lubuk larangan.

Pasalnya siapa yang berani mengambil ikan dengan sengaja akan terkena sumpah yang sudah diucapkan oleh para tetua adat saat aturan ini diberlakukan. Biasanya para pelanggar akan menerima akibat berupa sakit perut, tidak bisa buang air, perut kembung, bahkan sampai meninggal ketika melanggar aturan tersebut. Hal ini dipercayai oleh warga sekitar ikan di sungai di desa ini sangat kaya akan hasil ikannya.

Baca Juga:  The Lodge Maribaya dan Grand Paradise Lembang, Kombinasi Liburan yang Menyenangkan di Bandung

Buah dari aturan ini adalah tradisi Batobo Mancokau, yakni panen ikan di Lubuk Larangan. Ini adalah saat-saat yang sangat ditunggu warga di sana. Tidak jarang, warga luar daerah juga hadir untuk melihat arifnya warga di sana melestarikan sungainya.

Tradisi Batobo Mancokau akan diselenggarakan berdasarkan kesepakatan ninik mamak dengan memperhatikan kondisi cuaca, yakni saat memasuki musim kemarau. Ikan-ikan ini pun terdiri dari ikan-ikan yang nikmat serta ukuran besar yang siap panen. Misalnya saja Ikan Tapa, Geso, Belida dan lainnya.

Ikan dengan ukuran besar akan dilelang kepada warga atau para pemimpin daerah. Proses lelang ini biasanya berjalan seru karena para peserta kejar-kejaran harga untuk memiliki ikan hasil tangkapan. Sementara itu ikan-ikan kecil akan dibagi rata kepada masyarakat yang sudah mendaftar sebelumnya.

Seluruh hasil pelelangan dan penjualan ikan akan dibagi empat. Masing-masingnya untuk keperluan ninik mamak, keperluan pemuda, ibu-ibu PKK dan keperluan Masjid. intinya hasil dari kearifan lokal ini adalah untuk membangun desa mereka.

Si “Datuk” Sang Penjaga Hutan

Selain menjaga sungai, masyarakat disini juga  mengakui keberadaan datuk yang menjaga kawasan hutan. Datuk yang dimaksud merupakan julukan bagi Harimau  yang hingga kini masih menghuni hutan di kawasan tersebut. Masyarakat disana percaya bahwa jika mereka melanggar sumpah adat, dalam pengelolaan hutan, maka mereka akan mati diterkam oleh harimau yang menjaga hutan.

Tidak heran para pelaku pengrusak hutan di wilayah ini biasanya bukan berasal dari warga desa tempatan. Melainkan mereka yang berasal dari luar wilayah dan tidak peduli dengan aturan tersebut.

Berkemah dan nikmati sejuknya pagi

Selain dua kearifan lokal di sana, kita juga bisa menikmati sejuknya udara pagi dengan berkemah di sepanjang sungai yang mengalir di desa ini.

Biasanya pada akhir pekan banyak masyarakat yang datang dari luar daerah untuk berkemah dan menghabiskan liburan mereka di sana untuk menikmati alam. Wajar saja, mengingat tutupan hutan di Suaka Marga Satwa Bukit Rimbang-Bukit Baling ini masih luas, sehingga udara segar begitu terasa.

Baca Juga:  Menikmati Kemeriahan Festival Pacu Jalur di Provinsi Riau

Foto: Dari Berbagai Sumber