Idul Fitri menjadi waktu yang ditunggu setelah berpuasa sebulan penuh. Momen 1 Syawal selalu dihabiskan untuk berkumpul dan saling bermohon maaf. Tidak hanya yang dekat, mereka yang jauh juga rela kembali pulang ke kampung halaman untuk merayakannya.
Kemeriahan Idul Fitri memang tidak bisa terganti. Terlebih kebersamaan yang terbangun setelah sekian lama pergi dan baru kembali. Melepas rindu setelah sekian lama tidak bertemu, ditambah dengan berbagai hidangan makanan membuat suasana semakin meriah pada hari itu.
Namun di balik kebahagiaan perayaan tersebut, ternyata masih banyak di antara kaum muslimin yang justru terjerumus dalam kebiasaan yang menimbulkan kemungkaran. Bukan kembali suci, delapan tindakan ini justru menimbulkan dosa. Apa saja? Berikut ulasannya.
1. Tasyabbuh (Meniru-Niru) Orang Kafir Dalam Berpakaian
Kemungkaran pertama adalah tasyabbuh (meniru-niru) orang kafir dalam berpakaian. Seperti yang kita ketahui bahwasanya ketika hari raya tiba, menjadi suatu hal yang biasa membeli pakaian baru. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini banyak model pakaian yang dikenakan ketika hari raya itu tidak mencerminkan bahwa mereka adalah seorang muslim.
Banyak di antara mereka yang membeli baju yang auratnya terbuka atau meniru gaya berpakaian artis barat yang tidak sesuai dengan syariat agama Islam. Padahal Rasulullah SAW telah bersabda:
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
2. Mendengarkan dan Memainkan Musik/Nyanyian/Nasyid Di Hari Raya
Kemungkaran kedua yang kerap terjadi ketika hari raya tiba adalah mendengarkan dan memainkan musik/nyanyian/nasyid.
Imam Al Bukhari membawakan dalam Bab “Siapa yang menghalalkan khomr dengan selain namanya” sebuah riwayat dari Abu ‘Amir atau Abu Malik Al Asy’ari telah menceritakan bahwa dia tidak berdusta, lalu beliau menyampaikan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat musik. Dan beberapa kelompok orang akan singgah di lereng gunung dengan binatang ternak mereka. Seorang yang fakir mendatangi mereka untuk suatu keperluan, lalu mereka berkata, ‘Kembalilah kepada kami esok hari.’ Kemudian Allah mendatangkan siksaan kepada mereka dan menimpakan gunung kepada mereka serta Allah mengubah sebagian mereka menjadi kera dan babi hingga hari kiamat.” (HR. Bukhari)
Ibnu Mas’ud mengatakan, “Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air menumbuhkan sayuran.” Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah mantera-mantera zina.” Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.”(Lihat Talbis Iblis, Ibnul Jauzi, Darul Kutub Al ‘Arobi, cetakan pertama, 1405 H, hal. 289)
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Nyanyian adalah suatu hal yang sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan. Siapa saja yang sudah kecanduan mendengarkan nyanyian, maka persaksiannya tertolak.”[6] Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Tidak ada satu pun dari empat ulama madzhab yang berselisih pendapat mengenai haramnya alat musik.” (Majmu’ Al Fatawa, 11/576-577).
3. Wanita yang Bertabarruj (Berdandan Memamerkan Kecantikan)
Tidak dapat dipungkiri bahwa hari raya menjadi ajang pamer baju baru. Bahkan banyak di antara kaum wanita yang berhias untuk memamerkan kecantikannya tersebut ketika mereka hendak bersilaturahim ke rumah keluarganya. Padahal perbuatan yang demikian ini diharamkan dalam agama Islam. Allah SWT berfirman
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab: 33).
“Tabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.” (Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, Al Maktab Al Islami, 6/379-380)
Seharusnya sebagai kaum muslimin kita harus menyadari bahwa seorang wanita hanya boleh berpenampilan istimewa dan berhias diri ketika di hadapan suaminya dan bukan di hadapan khalayak ramai ketika di luar rumah.
4. Berjabat Tangan dengan Wanita yang Bukan Muhrim
Berjabat tangan untuk bermaafan ketika hari raya tiba menjadi suatu yang sudah biasa kita saksikan. Namun ternyata fenomena tersebut bisa menimbulkan dosa ketika kita berjabat tangan dengan orang yang bukan muhrim. Misalnya seorang pria yang bersalaman dengan wanita yang bukan mahramnya.
Keempat: Berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom. Fenomena ini merupakan musibah di tengah kaum muslimin apalagi di hari raya. Tidak ada yang selamat dari musibah ini kecuali yang dirahmati oleh Allah. Perbuatan ini terlarang berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Bukhari No. 6925)
“Jika kita melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau bukan mahrom- diistilahkan dengan zina. Hal ini berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul ‘apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut juga haram’.” (Lihat Taysir Ilmi Ushul Fiqh, Abdullah bin Yusuf Al Judai, Muassasah Ar Royan, cetakan ketiga, 1425 H, hal. 41)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya aku tidak akan bersalaman dengan wanita. Perkataanku terhadap seratus wanita adalah seperti perkataanku terhadap seorang wanita, atau seperti perkataanku untuk satu wanita.“(HR. Malik 2/982)
5. Mengkhususkan Ziarah Kubur Pada Hari Raya ‘Ied
Kemungkaran selanjutnya yang kerap terjadi ketika hari raya yaitu mengkhususkan ziarah kubur pada waktu hari raya ied. Kita memang diperintahkan oleh Rasulullah untuk ziarah kubur. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Sekarang ziarah kuburlah karena itu akan lebih mengingatkan kematian.” (HR. Muslim)
Akan tetapi, apabila ada seseorang yang mengkhususkan ziarah pada waktu tertentu dan meyakini bahwa setelah Ramadhan (saat Idul Fitri) adalah waktu yang tepat untuk ziarah maka ini merupakan sebuah kekeliruan. Sebab tidak ada dasar dari ajaran agama Islam yang menganjurkan perbuatan ini.
6. Meninggalkan Waktu Shalat
Meninggalkan waktu shalat menjadi kemungkaran selanjutnya yang kerap terjadi ketika hari raya tiba. Biasanya orang akan lupa akan kewajiban untuk melaksanakan shalat karena mereka sibuk bersilaturahim. Padahal perbuatan yang demmikian ini adalah salah satu bencana yang amat besar. Rasulullah SAW bersabda:
“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. An Nasa’i no. 463, Tirmidzi no. 2621, Ibnu Majah no. 1079 dan Ahmad 5/346. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
‘Umar bin Khottob rahimahullah pernah mengatakan di akhir-akhir hidupnya,
“Tidaklah disebut muslim orang yang meninggalkan shalat.” (Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Ibnul Qayyim, Dar Al Imam Ahmad, cetakan pertama, 1426 H, hal. 41)
7. Begadang Saat Malam Idul Fitri Hingga Tidak Shalat Shubuh dan Shalat ‘ied
Kemungkaran selanjutnya yang juga kerap dilakukan oleh kaum muslim ketika menyambut hari raya idul fitri adalah begadang pada malam harinya hingga membuat ia tidak melaksanakan shalat subuh dan shalat ied di pagi harinya. Padahal Rasulullah SAW bersabda:
Dari Abu Hurairah “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”(HR. Bukhari No. 644)
8. Memeriahkan ‘Idul Fithri Dengan Petasan
Kemungkaran terakhir yang juga dilakukan kaum muslim adalah memeriahkan idul fitri dengan petasan. Selain dapat mengganggu orang di sekitar, bermain petasan juga sebuah bentuk pemborosan
Karena pemborosan kata Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar. Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.”(Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 8/474-475)
Allah Ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27).
Demikianlah informasi mengenai delapan kemungkaran yang sering dilakukan oleh kaum muslimin ketika Hari Raya. Semoga kita bisa menghindari perbuatan yang tidak bermanfaat yang justru mendatangkan dosa ketika hari nan fitri tersebut tiba. Lakukanlah segala sesuatu yang menimbulkan keberkahan dari Allah SWT.