Ini Tindakan Suami yang Duhaka Kepada Istri

Seorang suami memiliki tanggungjawab yang besar kepada istrinya dalam menjalani rumah tangga. Ketika ijab terucap, maka saat itulah seorang seorang pria mengikrarkan sumpahnya dihadapan Allah untuk bertanggungjawab atas segala tindakan yang dilakukan istri.

Dengan besarnya tanggungjawab tersebut, maka istri patut taat kepada suami. Hal-hal yang dapat menyakitinya merupakan sebuah bentuk kedurhakaan yang mengundang murka Allah SWT. Namun dengan hak yang diberikan, bukan berarti suami bisa berlaku seenaknya.

Tanpa kita sadari dalam kehidupan keluarga tidak jarang para suami melakukan tindakan yang digolongkan sebagai bentuk kedurhakaan. Sama halnya dengan kedurhakaan istri, suami yang durhaka juga akan mendapatkan murka Allah. Apa saja bentuk tindakan suami yang duhaka kepada istri? Berikut ringkasannya.

1. Menjadikan Istri Sebagai Pemimpin Rumah Tangga
Hati-hati dengan yang satu ini, menjadikan istri sebagai pemimpin rumah tangga merupakan bentuk kedurhakaan. Tidak jarang kita temui suami-suami yang menyerahkan tanggungjawab kepala rumah tangga kepada istrinya. Misalnya dalam hal mencari nafkah, mereka lebih memilih di rumah sementara istrinya banting tulang.

Ada lagi suami yang hanya sebatas memberikan uang belanja dan uang sekolah saja. Menjadikam kekurangan uang belanja sebagai tanggungjawab istri sendiri, padahal istri harus susah payah membagi untuk berbagai keperluan.

Sementara mereka lebih sibuk dengan hobinya, berkumpul dengan teman, dari pada harus dirumah membimbing isri dan anak anak dalam pembinaan akhlaq, aqidah, dan pergaulan sehari hari. Beginilah ciri suami yang menjadikan istrinya sebagai pemimpin rumah tangga.

Dari Abu Bakrah,ia berkata:”Rasulullah saw.bersabda: ‘tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh seorang wanita.’ “(HR.Ahmad n0.19612 CD,Bukhari,Tirmidzi,dan Nasa’i).

Bentuk ketidak beruntungan ini adalah hilangnya wibawa suami sehingga memberi peluang untuk istri berlaku sesukanya dalam mengatur rumah tangga tanpa memperdulikan pendapat suami. Suami yang berbuat demikian berarti melanggar ketentuan yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.

2. Menelantarkan Belanja Istri
Suami yang tidak memperdulikan uang belanja istrinya termasuk suami yang durhaka. Hal ini diibaratkan seperti seorang bos yang tidak menggaji karyawannya. Sudah menjadi ketetapan bahwa  suami harus memberikan belanja kepada istri. Mereka harus memenuhi kebutuhan makan minum, pakaian, dll sesuai dengan tingkat kemampuannya.

Mereka menggenggam uangnya sendiri sementara istrinya hanya dijatah sebagian sehingga tidak mencukupi untuk kebutuhannya. Selama kekikiran tersebut, maka suami akan mendapatkan dosa karena telah menelentarkan belanja istrinya.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr,ia berkata: ”Rasululluah bersabda:’seseorang cukup dipandang berdosa bila ia menelantarkan belanja orang yang menjadi tanggung jawabnya.’”(HR.Abu Dawud no.1442 CD,Muslim,Ahmad,dan Thabarani).

Dari”Asyah ra,bahwa Hindun binti Utbah pernah berkata:’Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah orang yang kikir dan tidak mau memberikan kepadaku belanja yang cukup untuk aku dan anakku, sehingga terpaksa aku mengambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya.”beliau besabda:’Ambillah sekadar cukup untuk dirimu dan anakmu dengan wajar.” (HR.Bukhari no.4945 CD,Muslim,Nasa’i,Abu dawud,Ibnu Majah,Ahmad,dan Darimi)

Hadist ini menerangkan bahwa istri yang diberi nafkah tidak sesuai dengan kebutuhannya padahal mempunyai harta yang cukup maka diperbolehkan mengambil sendiri harta itu tanpa sepengetahuan suaminya sekadar untuk memenuhi kebutuhannya dan anaknya secara wajar.

3. Tidak Memberi Tempat Tinggal Yang Aman
“Tempatkanlah mereka (para istri) di tempat kalian bertempat tinggal menurut kemampuan kalian dan janganlah menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Jika mereka (istri yang di thalaq) itu sedang hamil,berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan…” (QS.Ath-Thalaaq(65):6)
Allah menjelaskan untuk para suami yang menceraikan istrinya diwajibkan untuk tetap memberikan tempat tinggal untuknya selama masa iddah dan tidak boleh mengurangi belanja istrinya atau mengusirnya dari rumah karena ingin menyusahkan hatinya atau memaksanya mengembalikan harta yang pernah diberikan kepadanya atau tujuan lain.

Baca Juga:  Beginilah Hukum Lewat di Hadapan Orang yang Sedang Shalat

Jika mantan istrinya yang masih dalam masa iddah saja harus mendapatkan hak nafkan dan tempat tinggal yang baik,maka lebih utama dan lebih wajib lagi bagi istri sahnya untuk mendapatkan perlakuan yang lebih baik dari pada itu.

4. Tidak Melunasi Mahar
Suami yang tidak melunasi mahar sesuai yang ditetapkan juga menjadi bentuk kedurhakaan. Tindakan ini termasuk menipu atau mengicuh istrinya. Jika ia tidak memiliki mahar maka ia boleh mengutang kepada istrinya. Dalam QS.Al-Baqarah (2):237 menerangkan bahwa

“jika kalian menceraikan istri istri kalian sebelum kalian bercampur dengan mereka, padahal kalian sudah menentukan maharnya, bayarlah separuh dari mahar yang telah kalian tentukan itu, kecuali jika istri istri kalian itu telah memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah. Pemberian maaf kalian itu adalah lebih dekat kepada taqwa. Janganlah kalian melupakan kebaikan antara sesama kalian. sesungguhnya Allah maha melihat apa yang kalian kerjakan.”

Dari Maimun Al-Kurady,dari bapaknya, ia berkata:”saya mendengar nabi saw.(bersabda):’siapa saja laki laki yang menikahi seorang perempuan dengan mahar sedikit atau banyak, tetapi dalam hatinya bermaksud tidak akan menunaikan apa yang menjadi hak perempuan itu, berarti ia telah mengacuhkannya. Bila ia mati sebelum menunaikan hak perempuan itu, kelak pada hari kiamat ia akan bertemu dengan Allah sebagai orang yang fasiq…’” (HR.Thabarani,Al-Mu;jamul,Ausath II/237/1851 CD).

5. Menarik Mahar Tanpa Keridhaan Istri
(20)“jika kalian (para suami) ingin mengganti istri dengan istri yang lain, sedang kalian telah memberikan kepada salah seorang diantara mereka itu mahar yang banyak, janganlah kalian mengambilnya kembali sedikitpun. Apakah kalian kalian akan mengambilnya kembali dengan cara cara yang licik dan dosa yang nyata?(21)Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, sedangkan kalian satu dengan lainnya sudah saling bercampur (sebagai suami istri) dan mereka ( istri istri kalian) telah membuat perjanjian yang kokoh dengan kalian,”(QS.An-Nisaa’(4):20-21)

Tindakan menarik kembali mahar yang sudah diberikan kepada istri merupakan bentuk kedurhakaan yang sangat memalukan. Tujuan islam menetapkan mahar dalam perkawinan adalah untuk menghormati kedudukan istri.Mahar merupakan lambang kekuasaan perempuan yang diberikan oleh islam untuk menentukan pilihan atas laki laki yang akan mempersuntingnya. Suami yang terlanjur menarik maharnya hendaknya segera meminta maaf kepada istriya dan memohon ampun kepada Allah SWT.

6. Melanggar Persyaratan Istri
Islam membenarkan pemberian syarat yang diajukan oleh pihak istri maupun keluarga istri selama tidak bertentangan dengan syariat islam kepada calon suami. Namun jika suami melanggar, maka hal tersebut termasuk dalam bentuk kedurhakaan. Allah memerintahkan orang orang yang beriman untuk memenuhi janji yang dibuatnya dengan orang orang yang terlibat dengan perjanjian.

“hai orang orang yang beriman, penuhilah janji janji kalian..”(QS.Al-Maaidah(5):1).

“Dari Uqbah bin “Amir ra,ia berkata:”Rasulullah saw bersabda:’Syarat yang palling berhak untuk kalian penuhi ialah syarat yang menjadikan kalian halal berwenggama dengan istri kalian.’”(HR.Bukhari no 2520 CD,Muslim,Tirmidzi,Abu Dawud,Ibnu Majah,Ahmad dan Darimi)

Baca Juga:  Beginilah Uap Neraka yang Berhembus ke Dunia

7. Mengabaikan Kebutuhan Batin Istri
Mengabaikan kebutuhan batin istri maksudnya adalah suami tidak mengusahakan agar istri mendapatkan kepuasaan sebagaimana didapatkan sang suami. Mereka hanya memikirkan kepuasan sendiri tanpa memikirkan istrinya.

Dari anas ra, Nabi saw bersabda: “jika seseorang diantara kalian bersenggama dengan istrinya,hendaklah ia melakukannya dengan penuh kesungguhan. Selanjutnya, bila ia telah menyelesaikan kebutuhannya (mendapat kepuasan) sebelum istrinya mendapatkan kepuasan, janganlah ia buru buru sampai istrinya menemukan kepuasan.” (HR.’Abdur Razzaq dan Abu Ya’la, Jami’ Kabir II/19/1233).

Rasullullah saw bersabda:”janganlah sekali kali seseorang diantara kalian menyenggamai istrinya seperti seekor hewanbersenggama, tetapi hendaklah ada pendahuluan diantara keduanya.’ada yang bertanya”apakah pendahuluan itu?”beliau bersabda :”ciuman dan ucapan (romantis).” (HR Abu Syaikh).

8. Menuduh Istri Berzina
(6) “dan orang orang yang menuduh istri mereka berzina, padahal mereka tidak mempunyai saksi saksi selain diri mereka sendiri, maka kesaksian satu orang dari meeka adalah bersumpah empat kalli dengan nama Allah bahwa sesungguhnya dia adalah termasuk orang orang yang benar (dalam tuduhannya) (7) dan kelima kalinya (ia mengucapkan) bahwa laknat Allah akan menimpa dirinya jika ternyata ia tergolong orang orang yang berdusta.” (QS.An-Nuur (24):6-7)

Ayat tersebut memberi ketentuan untuk melindungi istri dari tuduhan suami. Karena tuduhan itu dapat merusak kehormatan dan harga diri istri. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengaturan ketat agar suami tidak sembarangan menuduh istrinya berzina tanpa bukti yang dipertanggung jawabkan menurut syariat Islam.

9. Memeras Istri
Biasanya hal ini terjadi jika rumah tangga diambang perceraian. Suami tidak segan-segan memeras istri demi mendapatkan seluruh harta goni-gini. Tindakan ini juga dilakukan dengan beberapa motif berikut Suami ingin menikah lagi, jadi membuat tipu daya agar istri tidak tahan lalu minta cerai, atau Suami ingin hidup enak tanpa bekerja keras

;…dan janganlah kalian menerukan ikatan pernikahan dengan mereka (istri-istri) guna menyusahkan mereka. Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh dia telah menganiaya dirinya sendiri…” (QS.Al-Baqarah (2):231)

10. Memukul (Tanpa Peringatan Terlebih Dahulu)
Suami yang ringan tangan juga termasuk seorang suami yang durhaka. Terlebih jika kekerasan yang dilakukannya tanpa peringatan terlebih dahulu. Lihat saja bagaimana Allah SWT memberikan balasan suami-suami yang melakukan kekerasan terhadap istrinya. Paling tidak mereka sudah dihukum dipenjara saat mashi di dunia, tinggal menunggu hukuman pedih di akhirat kelak.

Aisyah Radhiallahu anhaa pernah bertutur: Suamiku tidak pernah memukul istrinya meskipun hanya sekali” (HR Nasa’i).