Fenomena pengemis kaya banyak ditemui di berbagai negara termasuk Indonesia. Dengan atribut kemiskinan yang digunakan, mereka berakting menjadi sosok yang meminta belas kasihan dari orang lain.
Padahal dibalik itu, para pengemis yang pura-pura miskin ini memiliki harta yang berlimpah bahkan melebihi orang-orang yang sehari-hari memberi mereka. Tidak jarang hal ini membuat orang enggan bersedekah lagi kepada pengemis.
Tidak dipungkiri, setiap kali melihat peminta-minta, orang akan berpikir bahwa pengemis ini bisa saja lebih kaya. Tidak sedikit pula yang khawatir jika sedekahnya ini tidak diterima karena memberikan pada orang yang salah. Lantas bagaimana Islam memandang hal ini. Sia-siakah tindakan memberi pengemis yang hanya pura-pura miskin?
Dalam sebuah hadist Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan di atas yaitu orang yang memberi infak dan tangan di bawah adalah orang yang minta-minta.
Rasulullah SAW juga bersabda bahwa kebaikan sebesar biji zarrah yang kita lakukan pasti akan dibalas oleh Allah SWT. Memberi kepada pengemis yang tergolong orang miskin hukumnya adalah sunnah. Wahbah zuhaili dalam kitab al fiqh al-islami wa adilatuhu, menuliskan bahwa sedekah tathawwu’ (bukan wajib spt zakat) dianjurkan dalam segala waktu.
“Barangsiapa memberi makan orang lapar, allah akan memberinya makanan dari buah-buahan di surga. Barangsiapa memberi minuman kepada orang haus, Allah pada hari kiamat akan memberinya minuman surga yang amat lezat (arrahiq al makhtum) dan barangsiapa memberi pakaian orang yg telanjang, Allah akan memberinya pakaian surga yang berwarna hijau (khudr aljannah) (HR. Abu dawud no.1432).
Lantas kapankah hukum memberi kepada pengemis ini menjadi wajib? Hukum ini akan berlaku jika pengemis sudah dalam keadaan darurat mempertahankan hidupnya. Tidak ada cara lain untuk menolong pengemis kecuali memberinya makan dan uang secara langsung. Hukum wajib ini menurut saifuddin al-amidi berdasarkan kaidah fiqih “jikasuatu kewajiban tak terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya”
Sementara itu, hukum memberi pengemis itu akan menjadi haram jika kita mengetahui bahwa pengemis tersebut menggunakan sedekah untuk kemaksiatan (wahbah al-zuhaili). Misalnya untuk berjudi, berzina, minum khamr dan merokok. Sedekah kita hukumny menjadi haram karena telah menjadi perantara kepada perbuatan haram. Hal ini berdasarkan kaidah fiqh “segala perantara menuju yang haram, haramlah hukumnya”.
Sedekah kepada pengemis menjadi haram jika diketahui pengemis tersebut tidak termasuk golongan orang yang boleh mengemis (bukan orang miskin). Haram hukumnya untuk meminta-minta atau mengemis kecuali golongan tertentu. Inilah bahasan yang menjadi topik kita pada artikel kali ini. Orang yang diperbolehkan mengemis berjumlah tiga golongan yakni sesuai hadist Nabi Muhammad SAW: “Meminta-minta tidaklah halal kecuali untuk tiga golongan : Orang fakir yang sangat sengsara, orang yang terlilit hutang, dan orang yang berkewajiban membayar diyat” (HR Abu Dawud no 1398)
Lalu bagaimana kita bisa mengetahui mereka orang yang pantas menerima sedekah kita atau tidak? Rasulullah SAW bersabda, bahwa setiap orang akan mendapatkan apa yang Ia niatkan. Namun wajib jeli terhadap fenomena yang satu ini.
Umat Islam diberi akal dan pikiran agar selalu berbuat dengan mempertimbanggkan apa yang Ia lakukan. Jika kita melihat pengemis yang itu-itu saja setiap hari, maka bisa dipastikan, pengemis ini menjadikan kegiatan meminta-mintanya sebagai profesi untuk mendapatkan penghasilan. Karena sebenarnya, seseorang diperbolehkan mengemis jika tertimpa kefakiran yang sangat namun wajib berhenti ketika sudah mendapatkan penopang hidup.
Atau ketika menanggung hutang orang lain (diyat) dan orang yang terlilit hutang, maka Ia boleh mengemis namun harus berhenti jika sudah melunasinya. Jika mereka mengemis sepanjang waktu, apakah mereka masih tergolong termasuk dalam kategori itu?
Para Sahabat Bertanya:” Kecukupan yang bagaimanakah yang tidak membolehkan untuk mengemis ?” Rasulullah Menjawab:”Yaitu yang cukup untuk makan siang dan malamnya. (HR. Abu Dawud)
Termasuk juga ketika anda melihat pengemis yang masih muda, orang dewasa yang masih sehat, tentu kita harus berpikir lebih jauh ketika memberi. Memang, yang penting adalah niat kita dan terserah mereka uang tersebut akan digunakan untuk apa.
Namun apakah mereka termasuk tiga golongan yang disebutkan Nabi? Karena mungkin saja orang terdekat kita lebih membutuhkan, namun mereka menjaga kehormatan diri dengan tidak mau meminta-minta.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah sedang meminta bara api (neraka), maka (jika dia mau) silahkan dia mempersedikit atau memperbanyak”.