Satu Ember Air Garam Bisa Turunkan Hujan?

Kabut asap masih menyelimuti kawasan Sumatera dan Kalimantan. Asap yang berasal dari aktivitas pembakaran hutan dan lahan ini semakin diperparah dengan musim kemarau yang berkepanjangan. Berbagai upaya terus dilakukan mulai dari hujan buatan, sampai berdoa bersama dalam salat meminta hujan.

Di tengah upaya yang terus dilakukan, muncul pesan berantai di Blackberry Messenger dan media sosial yang menghimbau masyarakat korban asap Sumatera dan Kalimantan untuk turut serta mempercepat proses terjadinya hujan.

Dalam pesan tersebut dijelaskan jika satu rumah menyediakan campuran air dan garam satu baskom pada siang hari, maka akan mempercepat proses kondensasi menjadi butir air sehingga mempercepat datangnya hujan. Terlebih jika hal ini dilakukan oleh ribuan warga yang menderita kabut asap.

Isi pesan ini cukup meresahkan warga korban asap, disatu sisi tidak ada penjelasan dari pihak berwenang tentang kebenaran informasi tersebut. Namun disisi lain warga ingin segera hujan datang agar bisa menghilangkan asap yang kian menebal di wilayah mereka. Lantas benarkah air garam sebaskom dapat kurangi asap?

Isi pesan yang menyebar di wilayah yang terkena dampak asap ini berbunyi “Sediakan baskom air yang dicampur garam dan letakkan di luar rumah, biarkan menguap. Waktu penguapan air yang baik adalah pukul 11.00-13.00. Dengan makin banyak uap air di udara, hal itu semakin mempercepat kondensasi menjadi butir air pada suhu yang makin dingin di udara,”

Menyikapi pesan berantai tersebut, Peneliti dari Meteorologi Tropis BPPT Dr Tri Handoko Seto mengungkapkan, secara teknis apa yang dilakukan tersebut masih tidak bisa mendatangkan hujan. Menurutnya meski ratusan ribu orang melakukan  hal itu dengan harapan akan ada jutaan meter kubik uap air, hal itu tetap menjadi usaha yang mustahil.

Dengan asumsi satu ember berisi 10 liter air maka total air yang akan diuapkan hanya ribuan meter kubik saja. Maka diperlukan ratusan juta ember untuk mendapatkan jutaan meter kubik uap air. Itu pun bisa terjadi apabila semua air yang di dalam ember menguap. Hal tersebut adalah sesuatu hal yang tidak mungkin.

Baca Juga:  Dijual Murah di Indonesia, Lima Barang ini Justru Sangat Mahal di Luar Negeri

Selain itu, proses terjadinya hujan bukanlah merupakan mekanisme mikro seperti yang disampaikan di dalam pesan berantai tersebut. Ada banyak syarat yang harus dipenuhi agar terjadi penguapan dan hujan.

Selain penguapan dalam jumlah besar, diperlukan juga pola angin tertentu agar uang air tersebut dapat terkondensaasi di suatu wilayah. Selain itu diperlukan juga lingkungan yang mendukung.

Pada saat ini air laut di sekitar Jambi, Sumatera Selatan, dan Riau tetap menguapkan airnya. Akan tetapi pola angin menyebabkan uap air tertarik ke daerah utara dan timur laut sehingga awan terbentuk di wilayah utara yang menyebabkan daerah yang terkena asap tidak terkena hujan.

Namun, selalu ada peluang perubahan pola angin pada skala yang lebih kecil yang kemudian dapat memungkinkan terbentuknya awan. Tim BPPT telah siap siaga untuk menyemai awan yang mungkin tumbuh agar menjadi hujan.

Selain partisipasi dari BPPT, masyarakat juga diharapkan dapat berpastisipasi dengan cara tidak membakar hutan dan lahan. Pembakaran dalam skala kecil saja bisa menjadi besar dan tidak terkendali apabila tidak ditangani dengan baik. Selain itu, aktiflah dalam gerakan-gerakan pemadam kebakaran hutan dan lahan.

Kabut asap memang sudah mendera beberapa wilayah di Indonesia seperti Riau, Jambi, dan Kalimantan. Masyarakat begitu jenuh dengan kondisi ini dan berharap kabut asap segera hilang dari wilayah mereka.***