Tari zapin merupakan salah satu budaya Riau berupa tarian yang diiringin musik melayu. Jika hal ini cukup mainstream, maka berbeda dengan budaya Riau yang satu ini. Zapin api, mengharuskan para penarinya untuk bergoyang ditengah bara api.
Menariknya, para penari sama sekali tidak merasa panas. Mereka justru terlihat begitu menikmati tarian dan seolah sedang bermain ditengah api yang semakin membara. Memang, kondisi ini tidak dapat dicerna logika, terlebih api yang panas itu tidak mampu melukai kulit penarinya.
Sajian budaya ini hanya bisa disaksikan di Pulau Rupat Utara Provinsi Riau. Pengunjung biasanya menikmati Zapin Api di bibir pantai. Meksi pernah mati suri, kini Zapin Api kembali mulai dinikmati. Seperti apa daya tarik Zapin Api warisan budaya Melayu ini? Berikut ulasannya.
Tidak dipungkiri, tarian Zapin Api sarat akan nuansa mistik. Pasalnya sebelum atraksi dimulai, para penari yang terdiri dari lima orang bertelanjang dada ini mengintari dupa kemenyan yang dibakar. Di tengah lapangan sudah disiapkan sabut kelapa yang dibakar untuk pertunjukan.
Pertunjukan ini dipimpin oleh seorang khalifah. Sang khalifah kemudian membacakan doa-doa. Semua pengunjung diinstruksikan agar tidak menyalakan api dalam bentuk apapun.
Diiringi oleh musik yang berasal dari petikan dawai gambus, gendang, dan marwas seolah menjadi mantra pemanggil arwah. Suasana semakin mencengkam ketika sang khalifah mengeraskan hafalan doa-doa.
Sementara itu lima orang yang sudah bersiap dihadapan dupa kemudian mengitari piring kemenyan, dan mengambil posisi bersila. Kelimanya melakukan gerak layaknya orang tengah membasuh tubuh. Kedua tangannya meraih asap kemenyan dan menyapunya ke seluruh tubuh. Seolah ingin menelan asap kemenyan, kelima orang ini mendekatkan wajah mereka mendekati piring berisi dupa tersebut.
Di tengah lapangan, api sudah mulai menyeruak dari sabut kelapa kering yang dibakar. Tanpa komando, salah satu dari lima orang tersebut kemudian berdiri dan bergerak perlahan mengikuti alunan gendang. Pada tahap ini mereka sudah terlihat kerasukan. Apa yang terjadi selanjutnya? Ternyata Ia mendekati kobaran api yang sudah disiapkan.
Seperti dugaan, Ia mengambil sabut kelapa yang terbakar dengan kedua tangannya dan melemparkannya ke udara. Sontak saja, bunga api bertebaran kemana-mana dan akan sangat menyakitkan jika terkena kulit. Namun tidak demikian dengan penari ini, Ia layaknya tengah mengambil air di sungai disiramkan ke tubuhnya untuk mandi. Tanpa kepanasan, atau luka sedikitpun.
Tidak lama berselang penari yang sudah bercengkrama dengan api ini kemudian memanggil empat temannya yang lain. Salah satu dari mereka kemudian melebur ke dalam api layaknya melebur ke dalam sungai. Masih tanpa sakit atau terluka kepanasan sedikitpun.
Meksi terkesan simpel, namun ada banyak aturan dalam pergelaran ini. Alunan musik harus terus bersuara untuk mempertahankan penari agar tetap dalam kondisi tidak sadar. Jika musik berhenti, maka para pemain akan kembali sadar. Terlebih jika ada yang menyalakan api, maka pertunjukan bisa tidak dilanjutkan lagi.
Setelah sadar, pemain terlihat terkulai lemas tanpa tenaga. Salah satu penari mengatakan jika Ia tidak mengingat aktivitas sebelum menari. Yang Ia ingat hanya bertemu dengan seorang putri cantik dan menari mengelilingi taman bunga.
Dia mengikuti putri itu sambil menari juga. Ketika Iwan mengambil bunga dan melemparkan ke atas, yang dilihatnya bunga beterbangan, sementara di mata penonton adalah percikan bunga api. Mungkin, inilah proses dimana penari melemparkan api saat pertunjukan.
Budaya Zapin Api memang sulit di jumpai. Jumlah khalifah atau pemimpin pertunjukan juga hanya berjumlah dua orang. Itupun usianya sudah lanjut dan membutuhkan penerus agar budaya ini tetap eksis.
Peran Pemerintah Daerah tentu sangat dibutuhkan dalam upaya pelestarian warisan budaya ini. Selain mempertahankan yang masih ada, Pemda juga diharapkan mengajak generasi muda untuk melastarikan Zapin Api ini.
Sementara itu pertunjukan Zapin Api hanya bisa disaksikan di Pulau Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau, atau lebih tepatnya di tepian Pantai Pesona, tepatnya di Desa Tanjung Medang.
Lokasinya bisa ditempuh dari Pelabuhan Dumai sekitar tiga jam perjalanan. Pantai ini juga bisa diakses dari Kota Pekanbaru dengan naik kapal penumpang yang menyusuri Sungai Siak dan berhenti di Bengkalis. Kemudian dari Bengkalis, pengunjung bisa menyewa speed boat menuju Pulau Rupat Utara.
Di sini pengunjung bisa beristirahat di wisma dan homestay atau rumah-rumah milik warga. Harga per kamar untuk homestay di sini terbilang murah, yakni Rp150 ribu. Sementara masyarakat yang tidur tanpa kasur, hanya beralaskan tikar dibandrol Rp 50 ribu per kepala.
Selain pertunjukan Zapin Api, di Pulau Rupat Utara juga bisa menikmati keindahan Pantai Pesona yang tidak kalah dengan pantai lain di Indonesia. Satu hal yang menarik dari pantai ini adalah letaknya yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka Negara Malaysia. Sehingga dari bibir pantai pengunjung dapat melihat wilayah Tanjung Rusa di Port Dickson di Negeri Jiran tersebut.
Pemandangan ini semakin indah pada malam dengan kerlap-kerlip lampu dari negeri tetangga. Penasaran dengan keindahannya? Yuk menyusuri keindahan Pantai Pesona Pulau Rupat Provinsi di Riau.
Kondisi pasir putih yang datar dan panjang mencapai 13 kilometer memang membuat tempat ini cocok jika dijadikan tempat berjemur. Tidak jarang wisatawan yang datang menyebut pantai ini sebagai Pantai Sanur-nya Riau.
Dari berbagai sumber
Foto: www.tripriau.com